
Jumlah karya ilmiah di Indonesia memang masih jauh tertinggal. Pada Januari
2015 saja, satu universitas di Negeri Jiran bisa menelurkan 19.878 artikel
ilmiah terindeks Scopus, lima kali lipat lebih banyak dibanding satu perguruan
tinggi di Indonesia.
Wajar saja, bidang sains memang masih kekurangan asupan Sumber Daya Manusia
(SDM). Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) mendapati hanya ada 90 peneliti per
satu juta penduduk Indonesia pada Agustus 2015. Angka itu masih jauh di bawah
India, Brasil, Rusia, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Namun, data statistik di atas tak perlu kemudian menjadi beban bagi para
calon ilmuwan. Mengasah kualitas diri tetap jadi misi utama. Dalam kesempatan
berbincang bersama peneliti dan ahli fisika dari Karlshure Institute of
Technology, Jerman, Doktor Martin Spinrath,
Kompas.com sempat menggali
topik ini lebih jauh.
Tiga kunci utama
Martin menjelaskan setidaknya ada tiga kunci sukses agar bisa menjadi
seorang ilmuwan berkualitas internasional. Tiga hal ini adalah talenta atau
kemampuan diri, motivasi, serta lingkungan kerja yang mendukung.
"Seorang ilmuwan perlu mendapat pendidikan yang baik, juga sifat keras
kepala, dalam arti punya keinginan kuat untuk tekun dan bekerja keras,"
kata Martin usai mengisi kuliah singkat bertajuk "The Phisics Nobelprize
2015: Why Neutrions Matter" di hadapan puluhan mahasiswa Binus ASO School
of Engineering (BASE) di Kampus BASE, Serpong, Sabtu (9/4/2016).
Mental seorang ilmuwan, menurut Martin, tidak dapat dibeli dengan uang,
melainkan lahir dari dalam diri. Karena itu, selagi mengecap bangku kuliah,
mahasiswa—sebagai cikal bakal ilmuwan—harus terbiasa melihat satu hal dalam
sudut pandang lebih luas.
"Tidak hanya di lingkungan kampus, mereka harus terbuka untuk tahu
bidang apa saja yang sebenarnya butuh kontribusi mereka," tutur Martin.
Ilmu fisika "tulen" yang dipaparkan Martin di hadapan mahasiswa
engineering
sekilas tampak tak berkaitan langsung dengan bidang studi mereka. Namun
sebenarnya, menurut Martin, wawasan tersebut bisa memperluas sudut pandang
mahasiswa bidang apapun, termasuk
engineering.
"Sebenarnya (dalam cakupan luas) banyak hal berkaitan dengan
engineering.
Di bidang saya (fisika), misalnya, saat kami mau membuat eksperimen baru,
biasanya kita butuh mengembangkan teknologi baru pula," kata Martin.
Di situlah para insyiur mengambil peran. Martin mengatakan butuh kerja sama
para
engineer untuk mengembangkan teknologi tersebut.
"Siapa tahu, mungkin salah satunya nanti mahasiswa ini (BASE) tertarik
dan mampu berkontribusi," tambahnya.
Acara semacam ini memang mulai jadi agenda BASE. "Kami ingin membuka
pikiran mahasiswa kami bahwa banyak hal lain di luar (bidang)
engineering
dan bagamana mereka mampu mengaitkannya (dengan bidang engineering)," ucap
salah satu staf pengajar BASE, Byan Wahyu.
"(Dengan begitu) mereka bisa melihat opsi apa saja yang bisa mereka
lakukan. (Rencananya) nanti pun kita ingin mendatangkan ahli-ahli di bidang
lainnya," tambah Byan.
Sumber : Kompas.com